Category Archives: sastra

PROBLEMAIR

Awan ! bawalah aku bersamamu, melihat dunia yang begitu indah. Benarkah indah ? aku tidak tahu. Karena itu, bawalah kau bersamamu, aku ingin tahu bagaimana sebenarnya dunia yang kita tempati ini. Apakah seindah yang pernah aku bayangkan, seperti yang pernah diceritakan leluhurku dimasa lalu.

‘Kenapa engkau ingin terbang bersamaku’ teriak awan’ bukankah disitu juga indah, engkau bisa melihat matahari terbit indah dari ufuk timur, bukankah di tempat itu juga sejuk, damai dan engkau tidak pernah merasakan panas.

‘Kan sudah kubilang tadi, aku ingin menyaksikan bagaimana sebenarnya dunia ini, bukan hanya dari cerita.

‘Apakah engkau siap menerima kenyataan bahwa dunia ini tak seindah yang engkau bayangkan. Engkau akan merasakan betapa udara sangat panas pada musim ini, pencemaran udara yang merajalela.

‘Apakah engkau siap ?’ awan mengulangi

‘Siap !’

‘Berikan aku satu alasan lagi, mengapa engkau ingin terbang bersamaku ?’

‘Aku tidak ingin mengatakannya’

‘Katakan !’ awan memaksa

‘Aku merasa bersalah’

‘Bersalah pada siapa ?’

‘Aku telah membunuh banyak nyawa yang tidak berdosa’

‘Kok bisa !?’

‘Aku telah menenggelamkan banyak kapal. Bahkan kemarin, aku telah menenggelamkan pesawat tebang dan dua kapal layar’

‘Oo…!’

‘Dan semua tidak pernah aku muntahkan lagi

‘Kenapa engkau begitu kejam ?

‘Aku muak dengan semua ini ! engkau pasti tidak pernah membayangkan kalau dilihat dari permukaan, aku begitu indah, biru pada saat siang dan berkila-kilatan dikala malam karena ada ganggang yang menemaniku menghabiskan malam. Tapi kalau engkau melihat tubuhku yang paling dalam, engkau akan tahu kalau aku juga telah tercemar. Aku telah dinodai oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka membuang limbah ke tubuhku tanpa pernah mau mendengar jeritanku dan juga jeritan-jeritan saudaraku, ikan-ikan, terumbu karang dan makhluk lain yang hidup bersamaku

‘Saudara kandungku yang terbang bersamamu waktu dulu, kembali kesini bukan lagi menjadi saudaraku yang dulu. Aku saja tidak mengenalinya kalau dia tidak mengingatkan. Dia kembali dengan wajah yang berbeda, tubuhnya belepotan dengan kotoran, bau comberan, bau anyir dan bau yag membuat ikan-ikan pingsan. Dia tidak seperti dulu yang bening dan bersih.

‘Saudaramu yang ikut aku musim kemarin itu ?’

‘Ya…yang itu’

‘Oo…!’

‘Jadi benar nih, kamu mau ikut bersamaku’

‘Iya..’

‘Kamu sudah tahu kan bagaimana sebenarnya dunia ini

‘Ya…aku sudah dengar dari cerita saudaraku’

‘Dia waktu itu meminta aku untuk diturunkan ditempat saudaranya di daerah itu’

‘Ya, dia juga cerita padaku, daerah itu sekarang tidak seperti yang dulu, hanya tinggal satu dua saja saudaranya yang tinggal disitu. Itupun yang sudah tua-tua, yang umurnya sudah puluhan tahun dan sebentar lagi akan tumbang ditiup angina. Saudaraku juga cerita, saudara kami yang tinggal disana tidak tinggal berdekatan, mereka saling terpisah yang jaraknya sangat jauh. Yang memisahkan bukan sejenis makhluk tapi buatan manusia. Manusia telah menghujamkan benda yang sangat keras pada saudara tua kita, tanah. Kemudian mendirikan di atasnya bongkahan-bongkahan yang tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa melndungi pembuatnya dari ancaman kita.

Kasihan engkau saudaraku, pohon. Tidak ada yang menemani engkau di saat-saat tuamu. Tetanggamu yang baru itu hanya bisa diam dan tetap angkuh seperti pembuatnya. Hanya engkau sendiri di situ membantu udara membersihkan tubuhnya dari kotoran dan pemcemaran lain yang lebih membahayakan. Apakah engkau kuat sendirian disitu di saat tubuhmu sudah semakin tua. Kamipun disini hanya bisa menyagarkan tubuhmu, ingin sih membuatmu kembali muda dan bisa berkembang biak lagi. Tapin itu diluar kekuasaan kami dan diluar kodrat kami. Tapi jika engkau bisa muda lagi dan berkembang biak, itu juga akan percuma. Karena manusia akan membabat habis segala sesuatu yang merusak keindahan dan tidak enak dipandang oleh dirinya. Maka hanya ini yang bisa kami lakukan, tetap membuat segar di usia senja. Tapi…maafkan kami ! kami telah mengirim sangat banyak saudara kami untuk menyagarkanmu, ada yang menghalangi kami untuk meresap dan masuk ke tubuhmu melalui akarmu. Tanah yang ada disekitarmu hanya ada sedikit sehingga hanya sedikit pula yang bisa terserap oleh tubuhmu kesegaranmupun hanya bertahan tidak sampai akhir musim. Apalagi musim ini, angin yang tahu kalau engkau sudah sangat tua, selalu saja jahat kepadamu dan selalu ingin menumbangkanmu di setiap kesempatan.

‘Hei…! Jadi tidak mau ikut bersamaku’ awan membuyarkan lamunanku

‘Ya…jadi’

‘Mau kemana engkau ? mau ketempat saudaramu yang di daerah sana seperti yang saudaramu lakukan dulu atau ke tempat saudaramu yang lain ?’

‘Entahlah…’

‘Lho kok gitu’

‘Aku takut bernasib serupa seperti saudara-saudaraku yang dulu, kembali kesini tidak murni lagi. Atau kalau sangat sial, kembali ke sini dengan membawa racun yang kemudian bisa membunuh saudara-saudaraku yang lain. Ikan-ikan, terumbu karang dan saudaraku yang lain. Dan aku tidak ingin semua itu terjadi.

‘Lho kalau takut kenapa kau mau ikut bersamaku’

‘Karena itu adalah takdirku. Aku bertugas untuk menyegarkan dunia. Aku dibutuhkan dibutuhkan oleh semua makhluk di dunia ini. Aku menghidupi seluruh alam raya ini. Secara berkala aku menyapa mereka dengan kesegaranku. Aku juga sangat bangga karena aku adalah unsur yang sangat penting di dunia ini.

‘Di depan tadi kau sangat kejam dan sekarang kau juga menunjukkan kalau kamu itu juga sangat baik hati. Mana yang benar ? atau engkau bermuka dua ?

‘Disini, di laut ini aku sebenarnya tidak ingin menenggelamkan kapal-kapal tapi manusia saja yang tidak becus mengurus kapal-kapal tersebut. Buat apa menenggelamkan kapal-kapal karena itu juga akan semakin mengotori tubuhku, membunuh saudaraku yang tergencet kapal yang karam

‘Jadi mau kemana nih engkau ?’

‘Entahlah, aku ikut engkau dulu saja berkeliling, nanti kalau aku sudah menemukan tempat yang pas, aku akan turun ke bumi’

‘Oke…!ayo kita berangkat’

‘Sebentar’

‘Ada apa lagi’

‘Aku mau pamitan dulu sama saudara-saudaraku’

‘Jangan lupa pula ijin pada matahari’